Kamis, 08 November 2012

Kisah Menolong Pertolongan


Ketika cahaya matahari mulai menembus indahnya pagi, seorang gadis berparas cantik masih terlelap dalam tidurnya. Gadis tersebut bernama Chiquita Intan Putri. Intan, begitulah panggilannya. Gadis berumur 16 tahun yang sedang duduk di bangku SMA di daerah Bandung. Saat Intan sedang terlelap dalam tidurnya, terdengar dering jam yang serempak bersama dengan meriahnya suara kicau burung yang mulai terdengar bergantian. Namun, Intan masih saja terlelap dalam tidurnya. Sampai seketika, pintu kamarnya mulai ada yang mengetuk dan disertai dengan teriakan yang membangunkan Intan pagi hari ini.

“Intan, bangun nak. Sudah jam berapa ini?” teriak Mamanya dibalik pintu yang terpapang jelas di kamar Intan.
“Iya, Ma. Ini Intan sudah bangun” dengan nada yang sangat serak dan mata yang masih terpejam.

Dengan sedikit berat hati, Intan segera beranjak ke kamar mandi dan mempersiapkan diri dengan seragam SMAnya. Setelah cukup merasa siap, dengan cepat dia pergi ke meja makan untuk sarapan seperti hari-hari yang biasa dia lewati sebelum berangkat ke sekolah.

“Intan, cepat sarapan!” teriak mamanya dari dapur.
“Iya Ma, ini juga lagi sarapan” ungkap Intan sembari duduk dan melahap dua lembar roti, sarapan pagi ini.

Dengan segera, Intan pun berpamitan kepada Mamanya untuk berangkat sekolah. Dengan laju yang cukup kencang, Intan mulai menggayuh sepeda kesayangannya menuju sekolah. Tanpa sadar, tiba-tiba sepeda Intan oleng dan dia terjatuh diatas trotoar. Sedangkan sepedanya tergeletak dijalan. Ini semua terjadi akibat ban sepadanya bocor. Intan segera bangkit, saat melihat jam ditangannya sudah menunjukkan pukul 06.45 WIB.

“Gerbang sekolah akan ditutup 15 menit lagi!!!” usik Intan dalam hati, sembari menuntun sepedanya untuk mencari bengkel tambal ban yang searah dengan jalan menuju sekolahnya.

Setiba Intan di bengkel, dia langsung menitipkan sepedanya untuk diambil saat pulang sekolah nanti. Dan Intanpun melanjutkan perjalanannya dengan jalan kaki. Tak sadar Intan, bahwa kaki kirinya sudah berceceran darah karena kejadian di trotoar jalan tadi. Tiba-tiba, ada seorang pengendara mobil berhenti ketika melihat gadis SMA berjalan dengan kaki yang berdarah pada jam dimana seharusnya siswa siswi SMA sudah siap dengan buku-buku dan pelajaran yang akan mereka hadapi.

“Ehmm!!!” sapa remaja tampan dari dalam mobil dengan kaca yang sudah terbuka.

“Iya, ada apa? Anda siapa?” jawab Intan dengan polosnya.

“Kamu anak SMA Gajah Mada kan?” tebak laki-laki itu.

“Iya, darimana anda tahu?” jawab Intan yang masih saja disertai pertanyaan.

“Sudah, jangan banyak tanya. Mari masuk mobil saja! Kakimu nggak mungkin buat jalan sampai sana. Lihat, banyak darah kan?” ujar laki-laki yang semakin membuat Intan heran sambil membuka pintu sebelah kiri mobil miliknya.

Intan pun sama dengan dia, menjadi heran sembari menengok kaki kirinya yang memang sudah banyak darah. Kini Intan mulai merasa bingung, harus bagaimana dia mengambil sikap. Bila dia tidak naik mobil laki-laki ini, Intan akan terlambat. Tapi, mana mungkin Intan akan dengan mudahnya naik ke dalam mobil, dimana Intan tidak mengenal sang pemiliknya. Laki-laki itu juga masih merasa asing, karena baru pertama kalinya melihat gadis yang memiliki wajah seperti Intan.

“Mau nggak aku anterin sampai sekolahmu? Kasihan kakimu sudah berdarah?” tawar laki-laki ini dengan nada yang mulai sedikit hilang kesabaran.

“Janji ya, bakalan turunin aku di depan sekolah?” ancam Intan yang sedikit mulai curiga atas sikap baik laki-laki tampan itu.

“Iya lah. Memangnya aku mau bawa kamu kemana? Sudah cepat naik! Mau terlambat yaa?” yakinnya sekali lagi.

Dengan segera, Intanpun mau menerima pertolongan lelaki berkaca mata itu dengan rasa waspada tingkat tinggi. Setelah Intan masuk dan duduk di jok sampingnya lalu...

“Kenapa kakimu bisa berdarah begitu? Kecelakaan? Tanyanya memecahkan lamunan Intan.

“Ehmm... aku tadi jatuh gara-gara banku bocor. Oh ya kamu tadi tahu dari mana kalau aku sekolah di SMA Gajah Mada?” jawab Intan sambil mulai bertanya.

“Coba lihat seragammu, ada identitasnya kan? Tuh, namamu Chiquita Intan kan? Sudah terterah di seragammu!” jawab laki-laki itu sambil tersenyum menyindir Intan dan kembali melihat luka di kaki Intan yang semakin banyak darahnya.

“Hehh, iya juga yaaa?” jawab Intan dengan pipi yang mulai memerah, dan padangan yang sedang melihat seragam yang dia kenakaan pagi ini.

Setelah laki-laki ini merogoh sakunya dengan tangan kiri, lalu dia berkata “gunakan ini untuk membersikan lukamu!” sambil memberikan sapu tangan miliknya kepada Intan.

“Terima kasih” jawab Intan dengan rasa sungkan, melihat sapu tangan milik orang yang baru saja dia temui kotor karena darahnya.

Perjalanan mereka sudah mendekati sekolah Intan.

“Stop! Stop! Turun disini saja” pinta Intan dengan tangan yang sudah siap untuk membuka pintu.

“Iya! Ini memang sudah di depan sekolahmu kan! Sudah cepat turun! Keburu gerbangnya ditutup” jawab Makhluk berkaca mata ini sambil memberhentikan mobil di depan sekolah Intan.

“Sekali lagi, terima kasih banyak yaa? Kamu sungguh baik sekali. Selamat pagi” celoteh Intan dengan seulas senyum, serta mata yang masih saja terpanah melihat wajah tampan, meskipun dia tidak mengenal siapa lelaki ini sebenarnya.

“Iya” jawabnya dengan singkat. Lalu, membuka pintu kanan mobilnya.

Dengan waktu yang bersamaan, Intan juga membuka pintu sebelah kiri mobil tersebut. Dan Makhluk Berkaca mata ini berlari menuju tempat Intan berdiri dan mulai mengulurkan tangannya untuk merangkul bahu Intan dengan tujuan ingin membantu Intan agar dapat berjalan lebih cepat dan seimbang.

Intan hanya bisa terdiam sambil terus berfikir tentang kebaikan lelaki ini. Bagaimana dia mau menolong Intan, meskipun mereka berdua belum pernah bertemu sebelumnnya. Setelah Intan sudah berdiri di depan gerbang yang sudah tertutup, dan laki-laki tampan ini, langsung berniat kembali masuk ke mobil dan melanjutkan perjalanannya sambil tetap memandang ke arah Intan yang sudah mulai berjalan memasuki sekolahnya.

“Sapu tangan!” ucap Intan terkejut saat dia baru saja ingat, bila sapu tangan milik makhluk tampan ini, masih berada di dalam genggamannya.

Saat di dalam mobil, lelaki ini seperti tak sadar kerena terlalu khusyuk memandang Intan yang sedang kesulitan dalam berjalan. Dengan tiba-tiba di belokan sebelah kanan laki-laki ini, sedang ada truk dengan kecepatan cukup tinggi melaju mendekati bagian depan mobilnya.

“Brakkk!” Suara itu terdengar jelas di telinga Intan dan Satpam sekolahnya.

Dengan cepat, mereka melihat ke arah perempatan jalan dekat sekolah. Jelas terlihat, ternyata, kecelakaan yang terjadi di perempatan jalan itu adalah kecelakaan antara Mobil laki-laki yang menolong Intan dan Truk yang memiliki ukuran yang cukup besar. Dengan cepat, mereka berlari menuju mobil lelaki itu yang sudah terseret, akibat Truk yang menabraknnya, memaksa untuk tetap berjalan dengan kecepatan tinggi. Dan truk tersebut meninggalkan tempat kejadian serta tidak bertanggung jawab atas kejadian ini.

“Oh Tuhan, cowok itu!” teriak Intan mulai terkejut ketika melihat Mobil sebelah kanan milik orang yang tadi menolongnya sudah rusak parah.

  Paksaan langkah Intan semakin mendekati tempat kejadian itu. Dengan panik dan rasa gemetaran, Intan menelponTaxi untuk segera membawa laki-laki ini menuju Rumah sakit dikala nafasnya sudah terdengar susah. Intan menutup telponnya dan segera membantu Pak Satpam mengeluarkan makhluk tampan ini dari dalam mobilnya. Beruntunglah, saat itu juga ada Taxi yang lewat, dan Pak Satpam segera membawa laki-laki itu memasuki Taxi tersebut sedangkan Intan sedang sibuk mencari tas milik orang asing ini dan segera mengantarnya ke rumah Sakit sendirian. Dan selama mereka di dalam Taxi, Intan merasa ketakutan akan keselamatan lelaki yang sedang duduk tergeletak di sampingnya dengan wajah penuh darah. Dengan pikiran yang kacau berat, Intan segera menelpon Taxi yang tadi dia pesan dan dengan berat hati segera membatalkannya.

  Sesampai di rumah sakit, laki-laki tampan itu segera dibawa masuk menuju ruang UGD. Dengan nafas terburu-buru, Intan mulai duduk di ruang tunggu dan mulai mengkhawatirkan keadaan orang yang baru saja ia temui pagi ini. Dengan sikap berlaga tenang, Intan mulai membuka tas milik orang yang hingga sekarang masih belum tahu siapa namanya dan segera mencari ponsel laki-laki itu. Dengan cekatan, Intan mencari kontak yang bernama Ibu, Mama, Papa, ataupun nomor-nomor yang sekiranya bisa menghubungkan dia pada salah satu anggota keluarga orang asing ini.

“Tuhan, mengapa semua ini bisa terjadi?” ucap Intan cemas di saat mencari kontak keluarga laki-laki itu.

“Ketemu!” seru Intan saat melihat nama Bunda di daftar kontak nomor laki-laki itu dan Intan segera menekan tombolCall dan menunggu ada yang menjawab.

“Selamat pagi, benar ini dengan orang tua pemilik ponsel ini?” tanya Intan saat memastikan, bila ini adalah orang tua lelaki itu.

“Iya, ini Bundanya Farel. Ada apa dengan Farel?” jawab wanita di ujung sana dengan rasa khawatir.

Dengan rinci, Intan menjelaskan kejadian ini, dan memberitahukan letak Rumah sakit tempat laki-laki ini dirawat. Setelah Intan menutup Telpon itu, dia merasa lega lalu tersenyum sejenak dan berkata “Ternyata namanya, Farel!”

Tak lama setelah Intan menutup telpon, sepuluh menit kemudian Ayah dan Bunda Farel terlihat berlari mendekati ruang UGD dan menghampiri Intan.

“Apakah kamu yang bernama Intan?” tanya Bunda Farel dengan ekspresi ketakutan.

“Iya, saya Intan” jawab Intan sambil berdiri dan mempersilakan mereka untuk duduk.

“Apakah Farel masih di dalam UGD?” tanya Ayah Farel kepada Intan.

“Iya, sudah hampir sepuluh menit dia berada di dalam” jawab Intan dengan wajah khawatir yang tidak bisa ia sembunyikan.

“Baiklah, Bunda tunggu disini. Ayah akan mengurus administrasi” seru Ayahnya mulai menjauh.

“Bagaimana bisa Farel jadi begini, Intan?” ucap Bunda Farel menanyakan kronologis kejadian tadi.

“Saya sendiri sebenarnya belum mengenal Farel, Tante. Namun, sebelum kejadian ini, dia sempat menolong saya saat saya berjalan dengan luka di kaki karena terjatuh tadi Pagi. Dan Farel mengantar saya menuju SMA Gaja Mada. Sesampai di pintu Gerbang, dia sudah melanjutkan perjalanannya, Tante. Saat saya sudah masuk ke dalam sekolah, terdengar suara keras seperti mobil tertabrak. Dengan spontan saya dan Satpam sekolah berlari ke arah perempatan jalan tersebut dan Truk yang menabrak sebelah kanan mobilnya lari dari tanggung jawab, Tante. Dan dengan cepat, saya membawa dia kemari dengan Taxi karena melihat lukannya yang sangat parah....” ucap Intan dengan tangan yang masih saja terlihat sibuk meremas-remas sapu tangan yang diberikan Farel tadi pagi.

Dengan jelas, tiba-tiba obrolan mereka terpotong, karena melihat kedatangan dokter dari dalam ruang UGD.

“Apakah ini keluarga laki-laki yang baru saja memasuki ruang UGD itu?” tanya dokter melihat Intan dan Bundanya Farel mulai berdiri dari tempat duduknya.

“Iya, bagaimana keadaan Farel, dokter?!” Seru Bunda Farel penuh harapan.

“Luka yang di derita Farel memang cukup parah, dan detak jantungnya semakin melemah selama kita merawatnya. Alat pemacu Jantungpun sudah saya gunakan untuk memulihkan detak jantung Farel agar kembali berfungsi. Namun, Tuhan berkehendak sangat berbeda dengan kehendak kita bersama” ujar Dokter dengan suasana hening karena Bundanya Farel dan Intan mulai terdiam mendengar kata-kata dokter tersebut.

“Maaf, Bu. Kami sudah berusaha dan mengerahkan kemampuan kita dalam menolong anak Ibu. Namun, apa daya. Allah lah yang memiliki hak penuh atas kehidupan seseorang, dan anak ibu sudah menghembuskan nafas terakhirnya...” Ucap dokter yang mulai terdiam saat melihat Bunda Farel menangis menjerit saat mendengar, bila anak tersayangnya meninggalkannya secepat ini.

Tubuh Intan kini terasa sungguh lemas, seperti tubuh yang kehilangan tenaga. Lelaki yang baru saja membuat dia terpesona sudah begitu cepat meninggalkan dia. Dengan cepat, Bunda Farel berlari menuju kamar tempat Farel dibaringkan.

Namun, Intan hanya bisa duduk terdiam setelah mendengar kenyataan ini. Kenyataan, bila Farel. Seorang lelaki yang baru saja dia kenal, sudah pergi tanpa mengucapkan salam maupun senyum tanda perpisahan terakhir untuknya. Intan tidak pernah berfikir sebelumnya, bila akan terjadi peristiwa seperti ini. Intan sungguh sulit untuk mempercayai kenyataan ini. Dan kini, Intan hanya terdiam sambil mengeratkan genggamannya pada sapu tangan yang diberikan Farel, sesaat sebelum Farel menghembuskan nafas terakhirnya.

By : @meeiliaaa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar